Peringatan 10 Tahun Paniai Berdarah, Pemuda Papua Tuntut Pengusutan Kasus HAM

Nabire – Group Aksi Amnesty Internasional Papua bersama Komunitas Sastra Papua (KoSaPa), IMAPA, Chapter Amnesty UNIPA, BEM STIH Manokwari, Media Lao-Lao Papua, serta Pemuda Papua Tengah memperingati 10 tahun tragedi Paniai Berdarah pada 8 Desember 2024. Kegiatan ini berlangsung di Asrama Intan Jaya Kalibobo, Nabire.

Koordinator Group Aksi Amnesty Internasional Papua, Marsel Pigai, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan menuju Hari HAM Internasional pada 10 Desember. “Kemarin kami mengadakan seminar ‘Sa Pu HAM’, dan hari ini, 8 Desember, kami memperingati Melawan Lupa Paniai Berdarah dengan nobar (nonton bareng), diskusi, pemasangan lilin, serta penyampaian pernyataan sikap secara lisan,” ujar Pigai.
Tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto
Dalam pernyataannya, Pigai meminta Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk memenuhi janjinya mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai pada 8 Desember 2014. Hal senada juga disampaikan oleh Natalia Tebai, seorang aktivis perempuan. “Kami meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menepati janji saat debat kedua agar mengusut tuntas kasus Paniai Berdarah dan seluruh pelanggaran HAM di Tanah Papua. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia Papua,” tegas Tebai.
Pernyataan Sikap dari Peserta Aksi
Setelah diskusi, nobar, dan pemasangan lilin, peserta aksi menyampaikan lima poin pernyataan sikap sebagai berikut:
  1. Mengadili Pelaku Pelanggaran HAM Berat Mengusut tuntas dan mengadili seluruh pelaku pelanggaran HAM berat yang menyebabkan tewasnya empat pelajar di Lapangan Karel Gobai, Paniai, pada 8 Desember 2014.
  2. Kecewa terhadap Proses Penegakan Hukum Mengecam keputusan pengadilan HAM Negeri Makassar yang membebaskan terdakwa tunggal dalam kasus Paniai Berdarah.
  3. Menolak Program Strategis Nasional (PSN) Menolak program nasional yang dinilai mengancam hak hidup masyarakat Papua dan merusak hutan adat sebagai warisan bagi generasi mendatang.
  4. Menolak Pembangunan 5 Batalyon di Tanah Papua Menentang pembangunan yang dianggap akan meningkatkan pelanggaran HAM di Papua.
  5. Menolak Investor Asing Menolak keberadaan investor yang mengancam keberlangsungan tanah adat sebagai sumber kehidupan masyarakat adat Papua.
Kegiatan Berlangsung Aman
Acara yang mengusung tema “Para-Para Bacarita Papua” ini diisi dengan nonton bareng, diskusi, menulis, serta pemasangan lilin. Kegiatan berlangsung dengan damai dan dihadiri oleh keluarga korban, aktivis perempuan, pelajar, serta mahasiswa Papua.
Peringatan ini menjadi momen penting untuk mengingat tragedi Paniai Berdarah dan mendorong penegakan keadilan bagi korban serta seluruh masyarakat Papua.

Related posts